spot_img
Thursday, April 18, 2024
More
    spot_img
    HomeBeritaLimbah Industri Tahu Cemari Sungai Tangka, Begini Respon DLHK Sinjai

    Limbah Industri Tahu Cemari Sungai Tangka, Begini Respon DLHK Sinjai

    Dengar SBFM Live di sini

    -

    Html code here! Replace this with any non empty raw html code and that's it.

    Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) menindaklanjuti instruksi Bupati Sinjai Andi Seto Gadhista Asapa soal adanya keluhan warga mengenai Sungai Tangka yang diduga tercemar limbah pabrik tahu.

    Kepala Dinas LHK, Arifuddin mengatakan, pihaknya telah melakukan peninjauan langsung dan melakukan pemeriksaan akibat adanya dugaan pencemaran lingkungan industri tahu atau tempe di sekitar bantaran Sungai Tangka.

    “Sesuai arahan Pak Bupati (Andi Seto Gadhista Asapa-Read), kami dari DLHK sudah turun melakukan peninjauan langsung beberapa hari yang lalu,” ungkapnya saat ditemui diruang kerjanya, Kamis, (5/12/2019).

    Dari hasil pemeriksaan, lanjut Arifuddin, terungkap bahwa sumber pencemar limbah Sungai Tangka bukanlah satu-satunya disebabkan air tahu, namun kebiasaan masyarakat yang bermukim di bantaran sungai membuang sampah dan limbah di sungai.

    “Limbah pabrik tahu bukanlah sumber satu-satunya penyebab air tercemar dan mengakibatkan bau menyengat, tetapi juga disebabkan oleh kebiasaan buruk sebagian masyarakat yang membuang langsung sampahnya ke saluran sungai,” katanya.

    Di satu sisi debit air yang kurang akibat musim kemarau sehingga air di Sungai Tangka tidak mengalir dan mengendap.

    “Selain pabrik tahu dan kebiasaan masyarakat, juga karena terjadi penyempitan dan tingginya sedimentasi di sungai Tangka sehingga air tidak mengalir,” ujar Arifuddin.

    Untuk langkah antisipasi yang dilakukan, pihaknya mengaku telah menyurati dan melakukan pembinaan langsung terhadap seluruh pengusaha tahu tempe dan industri lainnya yang berada di Bantara Sungai Tangka.

    Termasuk mendorong pengusaha untuk mengurus izin usaha dan pembuatan Instalasi pengolahan air limbah (IPAL) selama 30 hari kalender atau sebulan lamanya. Jika masih belum terpenuhi, Arifuddin menegaskan, maka unsur pidana berlaku di dalamnya.

    “Dari 4 industri, hanya 1 yang memiliki izin usaha, makanya kita beri waktu untuk mengurus dan melengkapi izin dan membuat IPAL serta mematuhi aturan yang berlaku, kalau masih belum ada maka rananya Pidana sesuai UU 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup karena termasuk pencemaran lingkungan”, jelasnya.

    (Jum/Irawan Kominfo Sinjai)

    Related articles

    -
    Ubah Bahasa :
    -

    Latest posts